Rabu, 10 Februari 2010

Tuhan Menegur Ku Lewat Sakit ini

Kesehatan adalah penting adanya, mungkin semua orang akan setuju dengan ku soal ini. Ketika kesehatan teramat mahal bagi setiap orang. Hal serupa ini sedang ku alami. Saat aku harus membiasakan diri ku dengan sakit yang ku derita saat ini. Dahulu sebelum saat ini, jujur harus aku akui, aku mungkin adalah salah seorang yang jarang terserang gangguan kesehatan. Namun kini keadaan itu berbalik 180 derajat. Yaeh... Kini tubuh ku ini cukup mudah untuk terserang gangguan kesehatan.

Sedikit berbagi cerita, semenjak menginjakkan kaki ku di kota pelajar ini untuk menempuh pendidikan sarjana, aku mulai sering tidak sehat. Sebelumnya aku tidak pernah memiliki riwayat kesehatan seperti ini. Sakit yang terbilang cukup parah untuk ku sebelumnya adalah “malaria”. Tak ada gangguan kesehatan lainnya yang terbilang cukup parah yang menyerang ketahanan tubuh ku selain penyakit malaria.

Sungguh telah cukup banyak yang berubah. Kini aku mulai gampang terserang peyakit semenjak aku memutuskan untuk tinggal di kota gudeg ini. Entah apa yang salah dengan keadaan ini. Pola hidup ku kah yang salah ataukah ketahanan tubuh ku yang tidak cukup baik untuk lingkungan tempat tinggal ku saat ini.

Telah hampir 3 tahun aku bermukim di kota penuh budaya ini, telah cukup banyak juga riwayat kesehatan yang aku tuliskan dalam catatan kesehatan ku. Mungkin tidak perlu ku sebutkan satu per satu penyakit yang pernah menyerang tubuh ku. Tetapi untuk kali ini, aku telah benar-benar merasakan betapa mahalnya kesehatan itu.

Dalam sakit ku, ada semangat lain yang mampu menguatkan ku untuk tetap berjuang dan bertahan. Aku harus melawan sakit yang sedang ku derita. Karena ada banyak impian yang belum kuraih dan ku bingkai untuk kelak menjadi catatan perjalanan hidup ku dan cerita di hari tua ku nanti. Aku harus tetap semangat...

Aku percaya, sakit ku ini hanyalah bagian kecil dari teguran yang di berikan olehNya untuk ku. Teguran karna Ia masih mengasihi ku... mengasihi ku sebgai hambaNya. Tuhan... jika dengan sakit ini Engkau mengasihi ku, maka dengan tangan dan kaki yang lemah ini ku serahkan semua padaMu.

Sakit ini, takkan menghalangi bahkan menghentikan ku untuk meraih dan menjemput semua impian ku. Ini akan ku jadikan pelajaran berharga untuk tidak lagi mengabaikan kesehatan ku.

Selasa, 19 Januari 2010

Mencoba Untuk Mengalah

Pagi ini mungkin pelajaran yang cukup untuk aku perhatikan dan membuat mata ini berkaca-kaca. Keadaan dimana aku harus berusaha meredam rasa sesak di dalam dada ini. Sebut saja amarah... yaeh untuk kesekian kalinya aku harus berusaha meredam amarah ini. Rasa ini bukan karna aku ingi marah atau apalah, tapi rasa untuk tidak menjadi orang yang yang mementingkan perasaan ku semata.

Ketika pembicara makin lama semakin terasa meninggi, tidak aku pungkiri rasa itu pun dengan seketika juga aku rasakan. Rasa dimana aku ingin perasaan ku sedikit dihargai. Saat pertanyaan ku membuat nada tinggi terlontar untuk ku. Sedikit kekecewaan yang aku rasakan, tapi sudahlah ku lupakan saja rasa kecewa itu. Mencoba untuk menahan rasa mementingkan perasaan ku. Dan melupakan kecewa yang melanda.

Sudahalah... Mungkin pertanyaan dan perhatian ku itu salah dan tidak pada tempatnya. Pertanyaan yang mengharuskan aku mendengar nada suara yang sedikit menekan perasaan. Seketika itu, hanya diam yang bisa aku lakukan. Ataukah mungkin seharusnya aku diam dan tidak berkata apa pun saat itu. Sedikit sesal mulai tumbuh dalam diri ini, dan pertanyaan di dalam kepala yang cukup sulit untuk tak ku hiraukan “ kenapa pertanyaan itu harus ku ucapakan?” pertanyaan yang tidak berkenan untuknya.

Haruskah aku marah ataukah haruskan aku pun mengucapakan nada suara yang sama yang terlontar untuk ku??? Entahlah, lupakan saja! Itu tidak bisa aku lakukan. Walaupun cukup untuk membuat mata ku berkaca-kaca. Lupakan... sekali lagi, ,memcoba untuk tidak mementingkan persaan sendiri. Perasaan ini tidaklah penting.

Diam sajalah dan memilih untuk pergi. Bisikan itu mampu mempengaruhi diri ini untuk tidak lagi berkata apa-apa. Cukup diam dan beruasaha menstabilkan rasa ini. Mengalah sajalah!!! Mungkin aku tidak cukup pantas menanyakan hal itu. Mungkin aku juga tidak cukup mengerti akan pertanyaan itu. Dan semoga diam ini tidak diartikan lain.

Kamis, 31 Desember 2009

Penghujung Tahun

Saat waktu tak bisa lagi kembali di putar... waktu terus berganti begitu juga hidup ini... berjalan tanpa menoleh ke belangkang. Berlari meninggalakan setiap jejak kehidupan. Detik berganti menit, menit berganti jam, hari berganti hari dan bulan pun berganti tahun. Seperti juga waktu ini.

Mungkin di seluruhan belahan bumi ini, tidak ada satu orang pun yang melewatkan saat itu. Dimana semua orang menantikan dan bahkan mungkin menyambutnya dengan suka cita. Namun saat ini, itu tidak berlaku pada seorang manusia ini. Seorang perempuan yang mulai berjalan menjemput kehidupannya yang mulai terbilang kompleks.

Entah apa yang ada di dalam benak setiap orang saat ini, berusaha flesh back kah atau instropeksi akan kehidupan yang telah berlalu?? Entahlah,,, aku pun tak mengerti, bahkan bukan mengerti aku sendiri pun tak tahu.

Instropeksi diri, satu kata yang terus berputar di dalam kepala ku. Kata itu gaungnya benar-benar terasa. Aku mungkin adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mungkin terjebak dalam arti kata “instropeksi diri”.

Entah tahun ini perubahan apa yang sudah aku lakukan untuk menjadikan hidup ku lebih baik. Ataukah perubahan itu tidak pernah aku lakukan. Aku sadar betul hidup di bumi ini hanya sebuah persinggahan hidup. Persinggahan yang entah akan berakhir dimana dan kapan waktu berakhir itu.

Pertanyaan untuk seorang aku, anak perempuan yang terlahir dari rahim seorang ibu, seberapa banyak aku membuat perempuan yang melahirkan ku tersenyum atau bahkan tertawa?? Sudahkah aku menjadi apa yang perempuan itu harapkan?? Apa yang telah aku berikan sebagai bukti pengabdian ku padanya?? Seberapa sering aku membuatnya marah?? Dan seberapa sering aku membuatnya mengeluarkan air matanya untuk ku??

Pertanyaan-pertanyaan itu yang saat ini sedang bermain dalam benak ku. Sungguh pertanyaan yang hampir membuat ku sulit untuk menghela setiap nafas ini. Aku harus menjawab apa untuk pertanyaan itu. Rasa sesal ini mulai tumbuh. Tuhan ku, aku hamba Mu yang tak sempurna ini merasakan sesal itu. Satu tahun telah Engkau berikan pada ku untuk membuat ku menjadi manusia Mu yang lebih baik. Kini satu tahun waktu Mu hampir berakhir...

Ya Rob... mungkin waktu Mu itu engkau berikan pada ku lagi?? Harapan semua orang, tiap tahun ingin menjadi manusia yang lebih baik, dan hal itu pun yang aku inginkan. Keingin terbesarkan ku hanya satu ya Allah aku ingin melihat perempuan yang yang melahirkan ku terseyum bahagia sembari membuka kedua tangan untuk memeluk raga ini karana ia bangga... Bangga pada seorang bayi mungil yang dulu pernah ia lahirkan telah menjadi perempuan yang mandiri dan sukses. Amin ya Rob...

Doa ku di penghujung tahun, Tuhan ku yang memiliki ku lingdungilah perempuan yang ku panggil ibu, berikanlah ia sentaiasa kesehatan hingga aku mampu membahagiakannya. Lindungilah orang-orang terkasih ku... Jadikanlah aku hamba Mu untuk lebih dekat dengan Mu dan selalu bersyukur atas rahmat Mu, jadikanlah ku hamba yang lebih baik. Hanya ridho Mu dan ridho ibu ku yang selalu ku harapkan untuk hidup ku... Dengan tangan dan kaki yang lemah ini aku berserah kepada Mu wahai sang Maha Kuasa.

Tidaklah manusia di bumi ini yang selalu merasa cukup, dan begitu juga pada ku. Saat ini akan mulai ku rangkai tiap langkah ku untuk hidup ku yang lebih baik... Ku langkahkan kaki ini untuk menggapai sejuta impian dan cita-cita yang telah lama ku bingkai dalam angan ini. Berlari untuk kebahagiaan perempuan yang ku sebut ibu.

Ku tegakkan raga ini untuk menatap hari esok, menjemput impian, mewujutkan mimpi hingga ia nyata, hingga akhirnya ku bisa tersenyum bahagia karna ku mampu menjadi seorang perempuan yang mandiri dan berhasil...

Sabtu, 26 Desember 2009

Telepon di Minggu Pagi

Pagi ini mungkin bukan pagi yang baik untuk ku. Mungkin juga bukan awal yang baik untuk mengawalin aktivitas ku di hari ini. Hari ini seperti biasa, hari minggu, aku dan aktivitas ku untuk membereskan pekerjaan rumah ku. Terbangun dari tidur ku yang cukup nyenyak karna dering telepon genggam ku. Ku berusaha meraih dimana dering itu berbunyi, satu panggilan dari perempuan yang ku panggil tante.

Rasanya berat sekali mata ini untuk terbuka. Mulut pun juga enggan untuk berbicara. Tapi di ujung telpon sana terus beruasaha membangunkan dan mengajak ku ngobrol. Entah yang akan dibicarakan suatu hal yang penting, atau hanya sekedar omongon ringan. Badan ini terasa malas. Tapi mendengar suara di ujung telpon yang mengharap respon aku, akhirnya obrolan pun mulai terasa cukup untuk sekedar aku membuka mata.

Layaknya dua orang yang yang sedang berbincang, kami pun ngomong apa saja. Saling menceritakan apa yang bias di bagi. Obrolan pun semakin panjanng, dan tidak terasa aku pun sudah benar-benar terbangun dan rasa kantuk ku pun hilang. Banyak hal yang kami ceritakan, layaknya dua orang yang sedang bertatap muka.

Aku dan tante ku, tidak terbilang cukup dekat secara emosinal, tapi kami cukup akrab ketika saling bercerita. Sempat terfikir oleh ku, berharap hari ini adalah hari yang menyengankan untuk ku. Di tengah obrolan kami, tiba tante ku memutuskan untuk mengakhiri obrolan kami karna dia harus mengerjakan aktivitasnya. Telpon pun terputus... aku bangun dari tempat tidur ku yang cukup nyaman untuk membasuh muka ku yang masih sangat kucel.

Aktivitas di minggu pagi, membersihkan kamar dan membereskan pekerjaan rumah yang lain. Belum sempat semua pekerjaan aku selesaikan, terdengar dering telepon genggam ku lagi, tapi kali ini bukan telepon genggam yang sama. Telepon itu dari seseorang tempat aku berbagi untuk beberapa tahun ini. Obrolan biasa, bangun jam berapa, lagi ngapain dll...

Tapi rasanya kali ini aku tidak begitu bersemangat dan tertarik untuk ngobrol dengannya. Aku lebih banyak diam dan menjawab pertanyaannya. Sembari ngobrol, aku pun ber-sms dengan seorang yang ku sebut mas Indra. Yaeh...mas Indra, kakak pertama aku tumben pagi-pagi sms aku, adiknya ini. Awalnya semua berjalan baik-baik saja, obrolan kami pun enak-enak saja. Sampai akhirnya obrolan kami mulai tidak enak.

Aku pun mulai merasakan ketidaknyamanan. Tapi, aku berusaha untuk tetap bersikap baik, karena aku pikir ini mungkin saja karena rasa malas ku. Sampai akhirnya obrolan kami menjadi benar-benar tidak enak. Respon dan tanggapan kami masing-masing menjadi dingin. Aku tetap bertahan di ujung telepon dengan sabar, karena aku menghargai dia yang telah meluangkan waktunya dan perhatiannya untuk ku.

Puncak dari obrolan kami adalah respon yang dingin dan akhirnya ketidaknyamanan obrolan kami. Semuanya menjadi tidak enak rasanya. Di tambah lagi dengan perasaan ku yang beberapa hari belakangan ini tidak karuan, semua terpendam dalam batin ku. Rasa sesak di dalam dada ini akhirnya kluar dengan air mata.

Yaeh...aku cengeng... air mata ini sedikit demi sedit terus membasahi wajah ku. Aku tidak membiarkan seorang pu tahu jika aku sedang menangis. Aku tidak ingin mereka mengasihani ku. Ku biarkan rasa tidak karuan di hati dalam beberapa hari ini tanpa berbagi dengan orang lain. Ku pendam semuanya sendiri. Telepon pun terputus...

Obrolan kami berakhir, dan aku masih duduk dengan terus mengusap air mata ku. Tidak ku biarkan juga tangis ku hingga terisak. Walau yang ku rasakan aku sangat tidak nyaman dan aku tidak menyukai keadaan seperti ini. Aku ingin berlari meninggalkan semua ini sejauh mungkin. Namun aku sadar, aku tidak bisa melakukan itu.

Ku hapus air mata itu, dan aku bergegas untuk menyelesaikan perkerjaan ku yang tertunda. Ku berusaha untuk melupakan rasa ketidak nyamanan hati ku. Aku tidak ingin terus larut dalam perasaan yang tidak karuan. Aku lelah dengan perasaan dan fikiran ku. Sungguh aku ingin beristirahat untuk melupakan apa yang aku rasakan.

Aku mulai menulis apa yang ku alami hari ini, aku merasa di pagi yang cukup cerah ini tapi hati ku mendung dan hujan air mata yang rintik-rintik membasahi pipi ini. Telepon berdering lagi, dan kali ini dari seseorang yang melahirakan dan membersarkan ku. Ibu ku menelepon... Jujur, rasanya aku tidak ingin berbicara lagi. Aku takut perasaan ku yan tidak enak ini akan menyakitinya.

Aku beruasaha untuk terdengar baik-baik saja, karena aku tidak ingin membuatnya khawatir pada ku. Beliau banyak bercerita, samapai akhirnya seperti pada umumnya orang tua, nasehat untuk anaknya tidak pernah terlupakan. Semua berakhir. Telepon minggu pagi ini membuat aku tidak bersemangat...dan makin membuat batin ku tertkan

Sabtu, 05 Desember 2009

Aku Cengeng

Nggak tau apa yang sedang aku rasakan saat ini.... Entah aku kecewa, marah, sedih atau kah aku harus tetap terlihat baik-baik saja. Aku bingung dengan keadaan ku, aku semakin tidak mengerti dengan persaan ini Tuhan.... Tuhan.... aku tidak menginginkan perasaan ini.

Saat ini tidak banyak yang bisa aku lakukan. Ketika memulai tulisan ini, kata demi kata yang ku tulis hingga menjadi kalimat yang mungkin entah tak ada artinya, air mata ini enggan untuk berhenti membasahi wajah ini. Perasaan ku sangat kacau malam ini.

Tak ada tempat untuk bersandar saat ini, tak ada teman untuk berbagi,hanya seorang diri dengan segala kegundahan hati. Di luar sana hanya terdenagr air langit yang terus membasahi bumi. Seperti halnya air mata ini yang terus mengalir. Aku tak mampu mengungkapkan apa yang ku rasakan. aku tak mampu menjelaskan ketidaknyamanan hati ini.

Mungkinkah ada yang mendengar tangisan ini??? Siapa yang peduli dengan tagisan ini??? Tak ada yang peduli pada ku saat ini. adakah yang mengerti akan perasaan ini??? Adakah yang tahu perasaan ini sangat tersiksa???

Adakah mereka yang aku sayangi tahu akan keadaan ku??? Adakah mereka yang ku kasihi mengerti akan keadaan ku??? Aku masih terus menangis, hingga di luar sana tak terdengar lagi air hujan yang mengguyur tanah. Seorang diri, di malam yang beranjak larut, aku masih terus menagis.

Ketika ku tulis tulisan ini, mungkin aku tak menggunakan rasio ku, tapi inilah yang ku rasakan. Inilah isi hati yang sedang kacau. Terlitas di benak ku, kenapa aku harus menagis??? Apa yang ku tangisi??? Ketika aku tersedar dari tangisan ku, mungkin aku akan menyadari beta bodohnya aku dan beta cengengnya aku hingga aku harus menangis seperti itu.

Tapi, hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini. Saat aku merasa ingin berbagi, namun peduli itu tak juga ku dapatkan. Aku berusaha semampu ku untuk bertahan. Bertahan untuk tidak terbawa emosi batin ini. Tapi aku tak mampu melaukannya. Aku tak mampu untuk bertahan.

Ku rasakan sesak dada ini semakin menekan ku. Adakah yang salah dengan diri ku saat ini??? Ataukah aku salah jika aku memiliki perasaan seperti ini??? Aku kecewa... Aku marah... Dan aku sangat tersiksa... Aku tak kan selamanya selalu nampak terlihat baik-baik saja. Perasaan ini tak mampu aku bohongi.
Aku hanya ingin berbagi atas apa yang aku rasakan. Kenapa tak ada yang peduli??? Kenapa??? Seanadainya aku masih memilikinya di sisi ku, dia tak akan mungkin membiarkan ku seperti ini. Membiarkan ku menangis seorang diri. Aku merindukan mu yah...

Ayah...Jika saja engkau di sisi ku saat ini, aku takkan mungkin terisak-isak seperti ini. Mungkin saat ini aku tengah berada di pelukkan mu yah... Dan kau akan menenangkan ku. Sungguh aku rindu pada mu.

Jika saja kita tak terpisah ruang dan waktu, aku adalah anak yang sangat bahagia dan sangat beruntung. Memiliki sosok mu yang sangat mencintai ku dengan sepenuh hati. Ingin ku hapus air mata ini, aku tak mau terus menagis. Aku sangat lelah... Batin dan raga ini teramat letih. Ingin ku rebahkan sejenak tubuh ini, ingin ku tinggalkan letih ini, dan ingin ku tinggalkan persaan yang kacau ini... Karna aku tak mampu jika harus merasakan seperti ini hanya seorang diri. Karna aku cengeng...

Jumat, 04 Desember 2009

Kekurangan Di Hari Nan Fitri

Waktu libur adalah waktu yang sangat di nantikan oleh setiap orang yang memiliki rutinitas. Tidaklah banyak waktu libur itu ada. Selalu dinantikan waktu tidak lagi beraktifitas rutin seperti biasa. Sejenak berhenti untuk sekedar istirahat atau merilekskan tubuh dan fikiran dari kepenatan. Inilah alasan, mengapa setiap orang yang memiliki aktivitas rutin untuk selalu menunggu waktu itu.

Aku adalah salah seorang dari sekian banyak orang yang selalu menunggu hari itu. Aktivitas rutin ku saat ini adalah menjadi seorang mahasiswi aktif disebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Tepatnya, aku adalah seorang mahasiswi jurusan “Ilmu Komunikasi”. Walau aku bukan seseorang yang sangat sibuk, namun aktivitas ku terkadang membuat aku harus menunggu waktu libur itu tiba.

Terlebih lagi, aku adalah mahasiswi dari luar kota gudeg ini. Seorang pendatang yang jauh dari rumah dan keluarga, pasti akan selalu merindukan keluarga dan rumah. Walau salah satu dari orang tua ku adalah orang asli kota pelajar ini dan ibu ku berasal dari suku jawa, tetapi aku tetap seorang pendatang di kota ini. Keluarga ku adalah keluarga perantau yang tidak berdomisili di Yogyakarta. Saat ini keluarga ku bertempat tinggal di sebuah kota yang terletak di pulau sebelah timur Indonseia.

Aku berasal dari kota kecil yang bernama monakwari, provinsi Irian Jaya Barat atau biasa lebih di kenal dengan provinsi Papua Barat. Di kota manokwarilah tempat aku dan keluarga ku menetap. Tempat tinggal yang cukup jauh dari kota yang terkenal dengan malioboronya ini. Saat ini aku berada Yogyakarta untuk berkuliah.

Aktivitas ku sebagai seorang mahasiswi terkadang membuat ku merasa jenuh. Kesibukan perkulihan yang cukup padat, membuat ku merindukan hari libur. Waktu tidak lagi aku berada di kampus dan mengikuti perkuliahan. Waktu dimana aku bisa beristirahat dan berlibur.

Akhirnya waktu itu tiba juga. Sekarang aku bisa berlibur dan beristirahat. Libur itu bertepatan dengan hari raya idul fitri. Hari raya umat islam, yang setipa tahunnya selalu di nanti. Liburan lebaran ini, waktu untuk aku pulang ke rumah dan berkumpul dengan keluarga ku. Tidak terasa sebentar lagi lebaran.

Berhubung jarak dari Yogyakarta ke kota tempat aku tinggal cukup jauh, perjalanan yang aku tempuh pun akan sedikit terasa lama. Transportasi yang aku gunakan saat itu adalah transportasi udara. Jarak kota tempat aku berasal hanya dapat di tempuh dengan menggunkan trasportasi udara dan air (laut). Transportasi udara pada saat itu yang aku gunakan adalah pesawat merpati.

Perjalanan ku saat itu sungguh melelahkan. Aku berangkat dari bandara Adisucipto Yogyakarta pukul 18.00 WIB dan tiba di bandara Sukorno Hatta Jakarta pukul 18.40 waktu setempat. Di bandara Sukarno Hatta aku harus menunggu berjam-jam untuk penerbangan ku selanjutnya menuju Makassa. Hal yang sangat aku benci untuk melalukannya, menunggu.

Menunggu seorang diri dan berjam-jam di bandara adalah hal yang tidak akan aku lupakan. Sungguh sangat menyebalkan! Tidak ada yang bisa aku lakukan sembari menunggu jadwal penerbangan ku selanjutnya. Aku hanya duduk menunggu di ruang transit bandara. Sendiri, sepi dan tak ada satu orang pun yang aku kenal.

Hal yang sangat aku benci! Aku hanya berputar-putar di dalam ruang transit tanpa melakukan apa-apa. Saat itu rasanya seluruh tulang di tubuh ku mau remuk. Lelah, dingin dan kantuk yang ku rasakan saat itu. Ketika itu yang trfikirkan oleh ku adalah hanya sampai di rumah dan istirahat dengan nyaman.

Pukul 23.00 waktu setempat, aku berangkat menuju Makassar. Akhirnya aku meninggalkan bandara Sukarno Hatta juga. Jarak tempuh Jakarta-Makassar adalah 2 jam 45 menit. Waktu yang terhitung cukup lama untuk sebuah perjalanan. Sekitar pukul 3 dini hari waktu setempat, aku tiba di bandara Sultan Hassanudin Makassar. Tidak butuh waktu lama setelah pendaratan di bandara Makassar, perberbangan ku di lanjutkan k Manokwari.

Setelah menjalani perjalanan yang cukup lama dan melelahkan, akhirnya pukul 06.30 pagi waktu setempat aku sampai di kota kepala burung itu. Rasanya senang sekali, bisa kembali lagi di kota kelahiran ku. Liburan ku di kota tempat kelahiran ku selalu membawa rasa tersendiri dan berbeda untuk ku. Bahagia rasanya bisa ada di rumah lagi dan berkumpul dengan orang-orang terkasih.

Tak terasa liburan ku telah mendekati hari nan fitri yang selalu dinantikan. Hari raya idul fitri sebentar lagi. Mulut ini tak lagi mampu berkata apa-apa, yang ada hanyalah persaan bahagia dan haru yang ku rasakan saat itu. Akhirnya hari lebaran itu tiba, alunan suara takbir menggema di seluruh kota. Suara takbir penanda telah tibanya hari raya idul fitri.

Entah mengapa saat itu yang ku rasakan bahagia itu ada yang kurang. Di saat merayakan lebaran bersama seluruh keluarga ku, tidak lengkap rasanya tanpa kehadirannya. Ketiadaannya membuat rasa kekurangan itu begitu terasa bagi ku, ibunda ku dan kedua kakak ku. Rasa bahagia kami tak lengkap, karna lebaran ini adalah lebaran ke 3 tanpa kehadirannya.

Kami sekeluarga telah kehilangannya, terlebih aku yang sangat kehilangan sosoknya. Dia begitu dekat dengan ku, bahkan sebagian besar hari-hari ku selalu ku habiskan bersamanya. Tetapi 3 tahun sudah aku kehilangan sosoknya. Saat yang sangat terasa adalah waktu lebran seperti ini, kami sungguh merasa kehilangannya.

Seperti yang sering dilakukan, sepulang sholat Ied sesampainya di rumah aku dan ke 2 kakak ku meminta maaf kepada orang tua. “Sungkem” kebiasaan yang selalu kami lakukan di saat hari raya. Namun, hari raya saat itu aku hanya sungkem pada ibunda ku saja. Kursi di sampingnya kosong, tak ada yang menempati. Sudah tiga tahun setiap lebaran kursi itu kosong. Aku hanya bisa melihat kursi itu tetap kosong n lukisan wajahnya yang terpanjang di rumah kami.

Air mata ibunda ku membasahi wajahnya yang mulai menua itu. Aku tahu yang di raskannya, dia juga sangat kehilangan sosoknya. Tak banyak yang ia ucapkan saat itu, ia hanya berkata “seandainya saja dia masih ada di sisi kita saat ini”, ucapan yang sangat terasa di hati ku. Hanya terdengar isak tangisnya yang pelan pagi nan fitri itu, dan ia berkata “walaupun kurang tapi kita aharus tetap bahagia, dan dia pun di sana juga akan bahagia melihat kita”.

Ini adalah sepenggal kisah ku di hari nan fitri dengan kekurangan kami tanpa sosoknya lagi.